Muhammad Abduh lahir
pada tahun 1266 H atau 1894 M di sebuah distrik bernama Sibsyir kota Mahallah
Nasr, provinsi Bakhirhah, Mesir. Kelahirannya bertepatan dengan masa pergolakan
politik yang terjadi di Mesir. Tepatnya di akhir era pemerintahan Muhammad Ali
Pasya 1894. Tumbuh di tengah keluarga petani dengan ekonomi menengah. Ayahnya,,
Abduh Hasan Khairallah adalah orang Turki yang telah lama tinggal di Mesir.
Sedang ibunya konon keturunan Arab yang garis nasabnya dikaitkan dengan suku
Umar bin Khattab ra.
Terlahir dari
keluarga muslim yang ta’at, Abduh kecil diarahkan untuk belajar dasar – dasar
agama. Di usia 10 tahun dia belajar al – qur’an di rumahnya. Dua tahun kemudian
dia sudah menghafal seluruh al-qur’an. Di tahun 1862 Abduh kecil dikirim orang
tuanya ke Thantha untuk belajar di sekolah Al-qur’an yang bernama Al-Jamie Al –
Ahmadi. Di sekolah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan terbesar di
Mesir ini, Abduh kecil berguru pada seorang alim bernama Syaikh Ahmad.
Di usianya yang masih
tergolong remaja, Abduh sudah dikenal sebagai anak yang tekun dan semangat
dalam menuntut ilmu. Hal ini terlihat dari hasil gemilang yang kerap kali
diperolehnya dalam menuntut ilmu. Bahkan sikap kritisnya juga sudah mulai
tampak pada usia ini. Di sana, dia melakukan protes dan tidak setuju dengan
model pengajaran yang berlaku, hingga akhirnya membuatnya untuk memutuskan
kembali ke kampung halamannya.
Konon, model
pengajaran yang didapatkan Abduh saat itu merupakan model pengajaran yang
dipraktekkan oleh Mesir, dan bahkan dunia muslim pada umumnya. Pada saat itu,
aspek hafalanlah yang ditonjolkan, namun di sisi lain justeru mengabaikan sisi
pemahaman terhadap materi itu sendiri
Tapi sepulangnnya ke desa, keberadaannya justru tidak diterima. Bahkan dia
disuruh untuk kembali belajar. Putus asa dengan keadaannya, bukannya kembali ke
Thanta, Abduh malah bersembunyi di rumah salah satu pamannya. Dan di situlah
dia bertemu Syeikh Darwis Khadr. Seorang penganut tasawwuf yang pernah belajar
di Libya dan Tripoli.
Syeikh Darwis adalah
pendidik yang lembut. Dengan kelembutan dan kesantunannya, dia mampu menanamkan
kembali semangat Abduh untuk menuntut ilmu. Dari syeikh Darwis ini pula,
Abduh belajar untuk lebih mencintai dan menaruh perhatian pada al-qur’an.
Berbekal semangat
dari guru barunya tersebut, Abduh melanjutkan belajarnya ke Syeikh Ahmad. Dan
setelah itu dia melanjutkannya ke universitas terkemuka dan tertua di dunia,
yaitu Al-Azhar, Kairo.
Semasa kuliah di
Al-Azhar inilah Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al – Afgani ( 1839 – 1897 M).
Seorang tokoh yang menuai banyak kontroversi yang kebetulan tengah singgah di
Mesir dalam perjalanannya menuju India. Hal ini terjadi pada tahun 1869.
Pada tahun 1871,
Afghani kembali ke Mesir, tapi dengan niat untuk menetap di sana. Dengan
keberadaannya ini, akhirnya membuat kontak antara Abduh dan Afghani semakin
intens, layaknya hubungan belajar antara murid dengan guru.
Dalam
diri Afghani, Abduh menemukan gelora yang tidak ia temukan di tempat lain.
Pemikiran-pemikiran yang diperkenalkan Afghani demikian mempesona Abduh. Ia
seakan mendapatkan pencerahan yang menggiringnya untuk dapat membebaskan diri
dari banyak belenggu tradisi yang saat itu mengekang dirinya dan masyarakat.
Sebab Afghani mengajarinya kritis terhadap kondisi keterpurukan umat Islam saat
itu. Jadilah Afghani sebagai “universitas” kedua bagi Abduh setelah al-Azhar.
Perlahan
namun pasti, pengaruh duo Afghani dan Abduh mulai menyebar ke
tengah masyarakat luas. Namun, akibat kekisruhan politik saat itu, keduanya
diusir dari Cairo. Afghani ke Paris (!) dan Abduh keluar dari Cairo. Tetapi
pada tahun berikutnya, Abduh diizinkan kembali bahkan dipercaya untuk memimpin
surat kabar pemerintah yang bernama al-Waqa’i al-Mishriyah (!).
Pada
periode ini, secara praktis Abduh terjun dalam dunia politik. Tapi karena
dianggap oposan, akibatnya Abduh diusir untuk kedua kalinya. Untuk pengusiran
kali ini dia pergi ke Syiria. Di sana, Abduh sempat memberikan kuliah-kuliah
yang di kemudian hari dibukukan menjadi salah satu karyanya: Risalah
al-Tauhid. Buku ini kelak diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa
Indonesia dengan judul yang sama oleh tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia.
Dari sana, pada tahun 1884, ia menuju Paris dan bergabung dengan
Afghani. Keduanya menerbitkan majalah al-Urwah al-Wutsqa. Karena
ide-ide majalah ini dianggap merongrong eksistensi Prancis, majalah tersebut
tidak berumur panjang. Pemerintah membreidel majalah tersebut dan menyuruh
Afghani dan Abduh untuk angkat kaki dari Paris.
Majalah al-Urwah al-Wutsqa memang
memperkenalkan warna baru dalam kerangka umum pemikiran keislaman pada masa
itu. Al-‘Allamah Rasyid Ridha (1282-1354 H/1865-1935 M), yang
kelak berguru kepada Abduh, merupakan tokoh yang sangat terpengaruh oleh warna
yang dibawa oleh al-Urwah al-Wutsqa. Dan itu dia akui sendiri.
Satu waktu, Rasyid Ridha menulis:
“Kemudian aku menemukan dalam barang simpanan bapakku beberapa
edisi dari majalah al-Urwah al-Wutsqa. Maka setiap edisi itu bagaikan kabel
listrik, yang ketika menyentuhku dapat menimbulkan getaran dan gelora yang
membawaku dari satu kondisi (fase pemikiran) kepada kondisi (fase pemikiran)
yang lain. Dampak terbesar dari artikel-artikel (majalah) itu, adalah (tulisan
yang berjudul) ‘Reformasi Islam,’ kemudian artikel-artikel politik ‘Persoalan
(Bangsa) Mesir,’ yang diterbitkan dalam sejumlah edisinya.
“Yang aku, orang lain serta sejarah tahu, bahwa tak ada tulisan
bangsa Arab di masa itu serta beberapa abad sebelum itu, yang mampu menyaingi
tulisan-tulisan tersebut dari segi sentuhan hati, pencerahan akal, dan
keindahan retorika.” (Rasyid Ridha, Tarikh al-Ustadz
al-Imam, I/996, 303)
Dari
Paris, Abduh kembali ke Mesir. Keadaan politik di Mesir telah berubah dan
relatif lebih kondusif bagi Abduh. Pada periode ini, Abduh pernah diserahi
sejumlah jabatan penting, di antaranya sebagai qadhi (hakim),
anggota al-Majlis al-A’la di universitas
al-Azhar dan anggota legislatif negara.
Tahun
1899, Syekh Muhammad Abduh diangkat secara resmi sebagai mufti negara, jabatan
yang akhirnya ia pegang hingga wafatnya tahun 1905.
Dari
Paris, Abduh kembali ke Mesir. Keadaan politik di Mesir telah berubah dan
relatif lebih kondusif bagi Abduh. Pada periode ini, Abduh pernah diserahi
sejumlah jabatan penting, di antaranya sebagai qadhi (hakim),
anggota al-Majlis al-A’la di universitas al-Azhar dan anggota
legislatif negara.
Tahun
1899, Syekh Muhammad Abduh diangkat secara resmi sebagai mufti negara, jabatan
yang akhirnya ia pegang hingga wafatnya tahun 1905.
Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh (Bahasa Arab: عبده محمد)
(Delta Nil, 1849 – Alexandria, 11 Juli 1905 ) adalah seorang pemikir muslim
dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Beliau belajar
tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari
Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang mengusung gerakan
Pan-Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan
Afrika.
Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun pada 1882, karena keterlibatannya
dalam Pemberontakan Urabi. Di Libanon, Abduh sempat giat dalam mengembangkan
sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam
al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond. Salah satu karya Abduh
yang terkenal adalah buku berjudul Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada
tahun 1897.
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 dalam sebuah keluarga petani di Mesir
Hilir. Ia dididik oleh guru privat dan qari dari Quran. Ketika ia memasuki usia
tiga belas ia dikirim ke mesjid Ahmadi yang merupakan salah satu lembaga
pendidikan terbesar di Mesir. Beberapa saat kemudian Abduh melarikan diri dari
sekolah dan menikah.
Dia terdaftar di al-Azhar pada tahun 1866. Abduh mempelajari logika, filsafat
dan mistisisme di Al-Azhar University di Kairo. Dia adalah seorang murid dari
Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu agama yang menganjurkan
Pan-Islamisme untuk melawan kolonialisme Eropa.
Al-Afghani di bawah pengaruh, Abduh dikombinasikan jurnalisme, politik, dan
daya tarik sendiri dalam spiritualitas mistik. Al-Afghani Abduh diajarkan
tentang masalah Mesir dan dunia Islam dan tentang pencapaian teknologi barat.
Di bawah pengaruh al-Afghani, Abduh bergabung dengan Freemason dan belajar
tentang Islam klasik di bidang astronomi, logika, metafisika, teologi, dan
mistik.
Pada 1877, Abduh dianugerahi tingkat Alim dan ia mulai mengajar logika, teologi
dan etika di al-Azhar. Ia diangkat sebagai profesor sejarah di Kairo guru
‘akademi pelatihan ʿ Dar al-Ulum pada tahun 1878. Ia juga ditunjuk untuk
mengajar bahasa Arab di Khedivial School of Languages. Abduh diangkat sebagai
kepala editor dan al-ʾ i Waqā al-Miṣriyya ʿ, surat kabar resmi negara.
Dia didedikasikan untuk mereformasi semua aspek masyarakat Mesir. Dia percaya
bahwa pendidikan adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan ini. Ia mendukung
pendidikan agama yang baik yang akan memperkuat moral anak dan pendidikan ilmiah
yang akan memupuk kemampuan anak untuk alasan. Dalam artikel-artikel yang
mengkritik kehidupan mewah orang kaya, korupsi dan takhayul
Metode Muhammad Abduh dalam
pembaharuan.
Dalam
melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang bahwa suatu perbaikan tidaklah
selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan
sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan
metode pemikiran pada umat islam. Melaui pendidikan, pembelajaran, dan
perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan
berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga akan tercipta
rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama Islam. Muhammad Abduh menilai
bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan lebih rumit. Akan
tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar dibanding melalui politik
dan perubahan secara besar-besaran dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan
kemajuan.
Pembaruan
pemikiran yang dilakukan Muhammad Abduh bukanlah hanya sebuah penolakan secara
satu persatu atau secara global terhadap pemikiran-pemikaran yang telah ada,
yang terdahulu. Pembaruannya juga bukan hanya sebuah pemeliharaan terhadap
pemikiran-pemikiran yang telah ada tersebut. Akan tetapi pembaruan yang
dilakukannya merupakan usaha untuk memperbaiki, mengembangkan, dan menjadikan
intisari pemikiran-pemikiran yang telah ada tersebut agar sesuai dengan
tuntutan zaman.
Kita
telah mengetahui, banyak kalangan pemikir dan pengamat, di antaranya Muhammad
Abduh, yang berusaha untuk mewujudkan sebuah keadaan yang baik, sebuah kondisi
yang sesuai dengan tuntunan Islam dan dapat menghadapi tuntutan zaman. Muhammad
Abduh dengan pemikirannya berusaha untuk memperbaiki pemikiran-pemikiran yang
telah ada,yang terdahulu. Kesalahan-kesalahan tidak terletak pada
pemikiran-pemikiran yang telah ada, tetapi terletak dalam sudut pandang
pemahaman yang dilakukan terhadap pemikiran-pemikiran tersebut, tidak terlepas
dari pandangan yang jumud, taqkid, dan tidak berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman. Berbagai macam cara dan jalan yang dilakukan Muhammad Abduh untuk
memerangi hal tersebut, antara lain dengan cara melawan keras opini kejumudan
dan stagnasi masyarakat melalui pendekata-pendekatan sastra,
pembahasan-pembahasan linguistik, agar masyarakat memahami dan mengerti kalimat
dan makna kata yang tersirat dari sebuah pemikiran. Terkadang dengan melalui
pendekatan yang lebih moderat, membina masyarakat agar lebih mengerti dan
memahami, dan terlepas dari kejumudannya. Tujuan Muhammad Abduh merupakan
tujuan yang mulia, memperbaiki sesuatu yang telah usang dan rusak dengan
sesuatu yang baru. Muhammad abduh berusaha keras untuk mengambil jalan dan cara
yang lebih bijak untuk menengahi semua opini yang hidup di kalangan masyarakat.
Dia tidak langsung menolak mentah-mentah dan menentang opini yang salah, dan
tidak langsung menerima terhadap opini yang dianggapnya benar. Ia menyaring
semuanya dan mencernanya dengan baik melalui pemikirannya, agar semuanya sesuai
dengan tantangan zaman. Hal inilah yang membedakan dengan pemikir lainnya.
Ide Pembaharuan Pendidikan Islam
Muhammad Abduh
Pembaharuan Pendidikan Islam di
Al-Azhar.
Al-Azhar mulai dikenal pada masa
dinasti Fatimiyah menguasai Mesir ,pada paro kedua abad ke-10 5.Tepatnya pada
tahun 359 H/970 M,Khalifah al-Muiz Lidinillah (341 – 365 H/953 – 975 M )
memerintahkan panglima Jauhar al-Katib as-Siqili agar meletakan batu pertama
bagi pembangunan Masjid Jami’ al-Azhar yang selesai pembangunannya pada tahun
361 H / 971 M.
Semula
ide para pnguasa daulah Fatimiyah untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar di
al-Azhar adalah karena dorongan kepentingan madzhab.Namun gagasan ini kemudian
berkembang sehingga lembaga pendidikannya berubah menjadi sebuah perguruan
tinggi.
Pada
tahun 365 H / 975 M untuk pertama kalinya dimulai kegiatan ilmiyah yang
sederhana materinya adalah prinsip-prinsip fiqih syiah yang terkandung dalam
buku al-Ikhtisar atau al-Iqsar yang ditulis oleh orang tua Abu Hasan an-Nu’man
.Kemudian atas usulan mentri Ya’kub bin Killis (Ibnu Killis) perkuliahan itu
dilaksanakan secara kontinyu.
Jabatan
Syekh al-Azhar dibentuk pada tahun 925 H /1517 M.Sejak itu,Syekh al-Azharlah
orang pertama yang berhak memberikan penilaian atas reputasi ilmiyah bagi
tenaga pengajar,mufti dan hakim.Sedang sistem pengajaran dipakai di al-Azhar
adalah sistem halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran dalam masjid) yang
menggunakan syarah niqasi (diskusi) dan hiwar (dialog).
Pada
bulan Februari 1872 M,mulai ada pengembangan di al-Azhar ,yaitu pada masa
kepemimpinan Syekh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi Syekh (rektor) al-Azhar
ke –21,Ia memasukan sistem ujian untuk mendapat ijazah al-Azhar. Selanjutnya
seiring perkembangan zaman al-Azhar mengalami pengembangan –pengembangan
termasuk pada kepemimpinan Syekh Muhammad Abduh.
Karir
Muhammad Abduh sendiri dimulai setelah Abduh menamatkan kuliahnya pada tahun
1877,atas usaha Perdana Mentri Riadl Pasya,Ia diangkat menjadi dosen pada
Universitas Darul Ulum,disamping itu menjadi dosen pula pada Universitas
al-Azhar ,Ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal sesuai dengan
cita-citanya,yaitu memasukan udara baru yang segar pada perguruan-perguruan
tinggi Islam itu,menghidupkan Islam dengan metode-metode baru baru sesuai
dengan kemajuan zaman,memperkembangkan kesusastraan Arab sehingga ia merupakan
bahasa yang hidup dan kaya raya ,serta melenyapkan cara-cara lama yang kolot
dan fanatik,Tidak itu saja ia mengkritik politik pemerintah pada
umumnya,terutama sekali politik pengajarannya yang menyebabkan para mahasiswa
Mesir tidak mempunyai roh kebangsaan yang hidup,sehingga rela dipermainkan oleh
politik penjajah asing.
Di
al-Azhar sendiri Ia mengajar logika,teologi dan filsafat,etika dan
sejarah.Untuk etika dipilihnya buku Tahzib al-Akhlaq (pembinaan akhlaq)
karangan Ibnu Maskawaih dan Sejarah Peradaban Eropa karangan F.Guizot untuk
pelajaran sejarah.Dalam mengajar Abduh menekankan kepada mahasiswanya untuk
berpikiran kritis dan rasional dan tidak harus terikat kepada suatu pendapat,
dan menjauhi paham patalisme karena paham ini harus dirubah dengan paham
kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan ,inilah yang akan menimbulkan
dinamika umat Islam kembali.
Ketidak
kritisan dan fatalisme umat Islam menyebabkan kemunduran Umat, kelemahan umat,
stagnasi pemikiran Umat, absennya jihad Umat, absennya kemajuan kultur Ummat
dan tercabutnya Umat dari norma-norma dasar pendidikan Islam.
Poin-poin
tersebut diatas pada dasarnya menunjukan krisis intelektual dalam dunia Islam
yang berlarut-larut. Krisis tersebut penyebabnya adalah salah satunya
dikarenakan adanya dikotomi Ilmu Pengetahuan pada saat itu, sehingga umat Islam
jauh tertinggal secara kultural dan peradaban.
Kondisi
tersebut diatas yang menimpa umat Islam secara keseluruhan pada abad ke-12,
juga menimpa al-Azhar, dimana al-Azhar dikuasai oleh ulama-ulama konservatif
yang membawa al-Azhar terjebak dalam dikotomi ilmu pengetahuan, dimana mereka
lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supemasi fiqih tanpa diimbangi
dengan cabang-cabang ilmu lain.
Kondisi
al-Azhar tersebut,menggugah Muhammad Abduh untuk mengadadakan
perubahan-perubahan.Dia yakin bahwa apabila al-Azhardiperbaiki, kondisi umat
Islam akan baik. Menurutnya, apabila al-Azhar ingin diperbaiki,pembenahan
administrasi dan pendidikan didalamnyapun harus dibenahi ,kurikulumnya
diperluas, mencakup ilmu-ilmu modern,sehinnga al-Azhar dapat berdiri sejajar
dengan universitas-unuversitas lain di Eropa serta menjadi mercusuar dan pelita
bagi kaum muslimin.
Untuk
mewujudkan cita-citanya untuk mewujudkan kemajuan al-Azhar, Muhammad Abduh
berusaha mencari dukungan ulama-ulama al-azhar dan tokoh-tokoh lain termasuk
al-Khudaywi untuk merestui rencananya itu, namun dia gagal.
Ketika
Abbas Hilmi naik kepentas kekuasaan,dia mengeluarkan keputusan untuk membentuk
sebuah panitia yang mengatur al-Azhar.Dalam kepanitiaan itu Muhammad Abduh
mewakili pemerintahdan menjadi pemerkasanya. Kesempatan ini digunakan Muhammad
Abduh dengan sebaik-baiknya untuk mereformasi kondisi al-Azhar,usahanya ini
didukung oleh Syekh an-Nawawi yang merupakan teman akrabnya. Adapun
pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh untuk kemajuan al-Azhar
adalah:
1.
Menaikan gaji guru-guru atau dosen-dosen yang miskin
2.
Membangun Ruaq Al-Azhar yaitu kebutuhan pemondokan bagi dosen-dosen dan
mahasiswanya.
3.
Mendirikan Dewan Administrasi Al-Azhar ( Idarah al-Azhar)
4.
Memperbaiki kondisi perpustakaan yang sangat menyedihkan.
5.
Mengangkat beberapa orang sekretaris untuk membantu kelancaran tugas Syekh
al-Azhar.
6.
Meengatur hari libur,dimana libur lebih pendek dan masa belajar lebuh panjang.
7.
Uraian pelajaran yang bertele-tele yang dikenal Syarah al-Hawasyi diusahakan
dihilangkan dan digantikan dengan metode pengajaran yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
8.
Menambahkan mata pelajaran Berhitung,Aljabar,Sejarah Islam,Bahasa dan Sastra
dan Prinsip-prinsip Geometri dan Geografi kedalam kurikulum al-Azhar.
Usaha
pembaharuan Muhammad Abduh mengalamalami kegagalan terutama usahanya
menghilangkan dikotomi pendidikan, setelah al-Khudaywi Abbas berbalik menolak
upaya perbaikan terhadap al-Azhar dan mendukung orang-orang yang kontra dengan
Muhammad Abduh.Syekh Muhammad Abduh akhirnya dipecat dari kepanitiaan tersebut
,dan al-Azharpun kembali kepada keadaan semula, dengan kurikulum lamanya.
Walaupun
Muhammad Abduh pada saat itu belum berhasil memperbaiki kondisi al-Azhar karena
banyak penetangan dari ulama-ulama al-Azhar yang konservatif,tetapi usaha
pembaharuannya sangat berpengaruh pada dunia Islam hingga sekarang.
Pembaharuan di Bidang Pendidikan
Politik.
Ketertarikan
Muhammad Abduh pada dunia politik dimulai semenjak perkenalannya dengan seorang
tokoh pembaharu yaitu Jamaludin Al Afgani pada tahun 1870 sewaktu Ia masih
menjadi mahasiswa di al-Azhar. Sewaktu Al-Afgani diusir dari Mesir pada tahun
1879, karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khadewi tawfiq,Muhammad Abduh
dipandang ikut campur dalam soal ini, Ia dibuang keluar Cairo.Tapi ditahun 1880
Ia boleh kembali keibu kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar
resmi pemerintah “Al-Waqi’ Al-Misriyah”.
Al
Waqi’ Al-Misriyah ,surat kabar resmi pemerintah dibawah pimpinan Muhammad
Abduh,mempunyai peranan penting dalam perjuangan rakyat Mesir melawan
kolonial,dimana surat kabar bukan hanya menyiarkan berita-berita resmi, tetapi
juga artikel-artikel tentang kepentingan Mesir dan senantiasa mendorong rasa
nasionalisme rakyat Mesir untuk membela negaranya.
Setelah
Urabi Pasya,dari golongan nasionalis sepenuhnya dapat mengontrol dan menguasai
tentara Mesir dari perwira-perwira Turki dan Sarkas,Inggris tidak berkenan dan
menganggap berbahaya bagi kepentingannya di Mesir,untuk itu mereka ingin
menjatuhkan Urabi Pasya dengan mengebom Alexandria dari laut pada tahun
1882.Pengeboman Inggris atas Alexandria mendapat perlawanan sengit dari kaum
nasionalis ,walaupun pada akhirnya kaum nasionalis dapat dikalahkan pasukan
Inggris,Mesirpun jatuh dibawah kekuasaan Inggris.
Dalam
revolusi Urabi Pasya itu, Muhammad Abduh turut mmainkan peranan. Dia
bersama-sama pemimpin lainnya ditangkap,dipenjarakan dan kemudian dibuang
keluar negeri pada tahun 1882. Pertama di Bairut Libanon kemudian di Paris.
Pada tahun1884 Ia bersama-sama Jamaludin Al-Afgani mendirikan majalah
“AL-Urwatul Wutsqa” di Paris.
Melalui
majalah ini Ia bersama Jamaludin Al-Afgani menyusun gerakan bernama Al-Urwatul
Wutsqa,yaitu gerakan kesadaran umat Islam sedunia. Dengan perantaraan majalah
itulah ditiupkannya suara keinsyapan keseluruh dunia Islam ,supaya mereka
bangkit dari tidurnya melepaskan cara berpikir fanatik dan kolot serta bersatu
membangun kebudayaan dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.Suara itu lantang
sekali kedengarannya dan dengan pesat menggema keseluruh dunia,memperlihatkan
pengaruhnya dikalangan umat Islam,sehingga dalam tempo yang singkat kaum
imperalis menjadi gempar dan cemas. Akhirnya majalah itu ditutup pemerintah
Prancis dikala majalah itu baru terbit delapan belas nomor.
Dibidang
politik kenegaraan,Abduh memiliki ide-ide yang berbeda dengan gurunya Jamaludin
Al-Afgani.Al Afgani menghendaki pembaharuan umat Islam melalui pembaharuan
negara,sedangkan Abduh berpendapat bahwa pembaharuan negara dapat dicapai
melalui pembaharuan umat.Abduh tidak menghendaki jalan revolusi tapi melalui
jalan evolusi. Oleh karena itu Abduh tidak menghendaki sikap konfrontatif
terhadap penjajah agar dapat memperbaiki umat dari dalam.
Dalam
soal kekuasaan, Muhammad Abduh memandang perlu membatasi kekuasaan dengan
institusi yang jelas.Tanpa konstitusi akan timbul tindakan sewenang-wenang.
Untuk itu, Muhammad Abduh mengajukan prinsip musyawarah yang dipandang dapat
mewujudkan kehidupan politik yang demokratis.
Pembaharuan dibidang Sosial
Keagamaan
Menurut Muhammad Abduh, sebab yang
membawa kemunduran umat Islam adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat
Islam. Karena faham jumud ininlah umat Islam tidak menghendaki perubahan, umat
Islam setatis tidak mau menerima perubahan dan umat Islam berpegang teguh
tradisi.
Untuk
mencerahkan umat Islam dari kejumudan itu,Muhammad Abduh menerbitkan majalah
al-Manar. Penerbitan majalah ini diteruskan oleh muridnya yaitu Rasyid Ridla
(1865-1935) yang kemudian menjadi tafsir Al-Manar.
Adapun pokok –pokok pemikiran
Muhammad Abduh dibidang sosial keagamaan adalah :
1) Kemajuan agama Islam itu tertutup
oleh umat Islam sendiri,dimana umat Islam beku dalam memahami ajaran
Islam,dihapalkan lapadznya tapi tidak berusaha mengamalkan isi
kandungannya.Dalam hal ini ungkapan Abduh yang terkenal didunia Islam الاسلام محجوب بالمسلمين “Islam itu tertutup oleh pengikut-pengikut Islam itu sendiri”.
2) Akal mempunyai kedudukan yang
sangat tinggi dalam agama Islam. الدين هو العقل لا دين
لمن لا عقل له”Agama adalah
sejalan dengan akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menggunakan
akal”. Dari akal akan terungkap misteri alam semesta yang diciptakan Allah
untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.Hanya dengan ketinggian akal dan ilmu
manusia mampu mendudukan dirinya sebagai makhluk Allah yang tunduk berbakti
kepada yang Maha Pencipta.
3) Ajaran Islam sesuai dengan
pengetahuan modern begitu pula Ilmu Pengetahuan modern pasti sesuai dengan
ajaran Islam
Dampak pemikiran Muhammad Abduh
dalam pemikiran Islam kontemporer
Mohammad
Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan pembaharuan dalam pemikiran Islam.
Ide-idenya yang cemerlang, meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran
umat Islam. Beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah pemikiran
pada zaman modern juga menyebarkannya kepada manusia. Walau guru beliau Jamal
Al-Afghani adalah sebagai orang pertama yang mengobarkan percikan pemikiran
dalam jiwanya, akan tetapi Imam Muhammad Abduh sebagai mana diungkapkan Doktor.
Mohammad Imarah, adalah seorang arsitektur terbesar dalam gerakan pembaharuan
dan reformasi atau sekolah pemikiran modern. Melebihi guru beliu Jamaluddin
Al-Afghani.
Muhammad
Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan pembaharuan pemikiran Islam
kontemporer. Telah banyak pembaharuan yang beliau lakukan diantaranya:
1. Reformasi
pendidikan
Mohammad Abduh memulai perbaikannya
melalui pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna
menyelamatkan masyarakat mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai
asas dalam mencetak muslim yang shaleh.
2. Mendirikan
lembaga dan yayasan sosial.
Sepak terjang dalam perbaikan yang
dilakukan Muhammad Abduh tidak hanya terbatas pada aspek pemerintahan saja
seperti halnya perbaikan pendidikan dan Al-Azhar. Akan tetapi lebih dari itu
hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial. Diantaranya: Jami’ah
khairiyah islamiyah,jami’ah ihya al-ulum al-arabiyah,dan juga jami’ah
at-taqorrub baina al-adyan.
3. Mendirikan
sekolah pemikiran.
Muhammad Abduh adalah orang pertama
yang mendirikan sekolah pemikiran kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam
pembaharuan pemikiran islam dan kebangkitan akal umat muslim dalam menghadapi
musuh-musuh islam yang sedang dengan gencar menyerang umat muslim saat ini.
4. Penafsiran
al-Qur’an
Di antara pembaruan yang dilakukan
Muhammad Abduh adalah dengan menghadirkan buah karya penafsiran al-qur’an.
Adalah Tafir Al-Mannar yang di tulis Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad
Rasyid Ridho yang telah meberikan corak baru dalam ilmu tafsir. Corak tafsir
yang dikembangkan ini disebut Mufassirin “adabi ijtima’i” (budaya
masyarakat). Corak ini menurut Muhammad Husein adz-Dzahabi menitik beratkan
penjelasan ayat-ayat al-Qur’an pada segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun
kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan segi-segi
petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat
tersebut dengan hukum-hukum alm yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan
dunia.
Diantara prinsip Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat adalah, Al-Qur’an
menjadi pokok. al-Qur’an didasarkan segala mazhab dan aliran keagamaan,
bukannya mazhab-mazhab dan aliran yang menjadi pokok, dan ayat-ayat Al-Qur’an
hanya dijadikan pendukung mazhab-mazhab tersebut. Kecuali itu, Muhammad Abduh
membuka lebar pintu ijtihad. Menurutnya dengan membuka pintu ijtihad akan
memberi semangat dinamis terhadap perkembangan Islam dalam seluruh aspeknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar