Saat Gus Dur masih hidup, publik kerap mendengar istilah kiai khos, atau
kyai sepuh. Para kyai khos tersebut ikut andil dalam menentukan
kebijakan Gus Dur saat menjadi presiden, Ketua Dewan Syuro PKB atau pun
saat menjadi Ketua PBNU.
Sebelum Gus Dur menentukan sikap,
biasanya kyai khos inilah yang memberi masukan kepada Gus Dur. Seperti
saat jelang Pemilu 2004 silam, Gus Dur mengklaim telah didukung oleh 30
kiai khos untuk maju sebagai calon presiden.
Siapakah kiai-kiai
khos yang dulu pernah berada di sekeliling Gus Dur? Berikut nama-nama
kiai khos yang berhasil dihimpun merdeka.com dari berbagai sumber, Rabu
(11/12):
1. KH ABDULLAH ABBAS, BUNTET CIREBON
untet Pesantren
yang kita kenal sekarang ini, merupakan salah satu pesantren tertua di
Indonesia, berdiri sejak abad 18 M dibangun oleh Mufti Keraton Cirebon,
Mbah Muqoyim yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Dengan penolakan
itu, Mbah Muqoyim lebih memilih tinggal di luar tembok istana dan
menjadi guru kemudian mendirikan pesantren yang kini dikenal dengan
Buntet Pesantren.
Tempat yang pertama kali dijadikan sebagai
pondok pesantren letaknya di Desa Bulak kurang lebih 1/2 km dari
perkampungan Pesantren yang sekarang. Sebagai buktinya di Desa Bulak
tersebut terdapat peninggalan Mbah Muqoyyim berupa situs makan santri
yang sampai sekarang masih utuh.
Pondok Buntet Pesantren bersifat
tradisional dan modern, dikatakan modern karena mengadopsi sistem
sekolah modern seperti Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi.
Adapun tradisional, dikarenakan pondok Buntet ini terus mengkaji
kitab-kitrab salafussholeh yang banyak mengupas seputar Al Quran,
Hadits, Tafsir, Balaghoh, Ilmu gramatika bahasa Arab, dan karya-karya
Akhlak maupun tasawuf dan fiqh dari para ulama terdahulu.
Dalam
perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren dipimpin
oleh seorang kiai yang seolah-olah membawahi kiai-kiai lainnya yang
memimpin masing-masing asrama (pondokan). Segala urusan ke luar
diserahkan kepada sesepuh ini.
Lebih jelasnya periodisasi
kepemimpinan Kiai Sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh
kiai yang dikenal Khos yaitu KH. Abdullah Abbas (kini Almarhum), dan
digantikan oleh KH. Nahduddin Abbas. Nama-nama kiai yang dituakan dalam
mengurus Pondok Buntet Pesantren secara turun-termurun adalah sebagai
berikut:
1. KH. Mutaad (Periode pertama)
2. KH. Abdul Jamil
3. KH. Abbas
4. KH. Mustahdi Abbas
5. KH. Mustamid Abbas
6. KH. Abdullah Abbas
7. KH. Nahduddin Abbas (hingga sekarang)
2. MBAH LIEM KLATEN
Mbah
Liem, atau KH Muslim Rifa’i Imampuro adalah pendiri Pondok Pesantren Al
Muttaqin Pancasila Sakti, Klaten, Jawa Tengah. Tokoh karismatik ini
wafat di usia 91 tahun saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam
(RSI) Klaten. Beliau dimakamkan di samping makam istrinya di Pendopo
Perdamaian komplek Pondok Pesantren Al Muttaqin Pancasila Sakti, Dukuh
Sumberejo Wangi, Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Klaten, Kamis malam.
Meski
jasadnya sudah tiada, kiprah beliau semasa hidupnya yang terus
menyuarakan tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) akan selalu dikenang.
Semasa hidupnya, Mbah Liem juga dikenal
masyarakat luas atas kepribadiannya yang sederhana dan bersahabat.
Sehingga banyak kalangan masyarakat bawah hingga para tokoh begitu dekat
dan akrab dengannya.
Pesan terakhir beliau kepada keluarga,
kerabat dan para santri yakni agar selalu istiqomah, ujar KH Jazuli A
Kasmani, menantu Mbah Liem beberapa tahun lalu.
Mbah Liem, selama ini
dikenal sebagai salah satu kyai khos yang dekat dengan Gus Dur. Bahkan,
Mbah Liem juga dikenal disegani oleh pemimpin Orde Baru, Soeharto
3. KH ILYAS RUHIYAT TASIKMALAYA
Pimpinan Pondok Pesantren (Pontren) Cipasung, KH Ilyas Ruhiat (73) wafat
pada Desember 2007 silam di Kampung Cipasung, Desa Cipakat, Kecamatan
Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Mantan Rois AM PBNU
Pusat diera kepengurusan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu,
meninggalkan tiga orang putra-putri, H Acep Zamzam Noor, Hj Ida
Nurhalida, dan Hj Enung Nursaidah serta meninggalkan 12 orang cucu.
KH
Ilyas Ruhiyat, dilahirkan di Cipasung pada 13 Januari 1934, ayahnya
adalah ulama besar di kabupaten tersebut, KH Ruhiat dan ibunya Hj
Aisyah.
Semasa hidupnya selain menuntut ilmu pada ayahnya, Ilyas juga
mengikuti pengajian kepada sejumlah tokoh pimpinan pondok pesantren di
Jawa Barat diantaranya kepada Kiai Saefulmillah, Abdul Jabar dan Ustaz
Bahrum.
Kiai Ilyas Ruhiyat sendiri pada tahun 1990-an merupakan
ulama NU yang sangat disegani di tingkat nasional. Pada Muktamar NU
tahun 1995 di Cipasung, Tasikmalaya, Kiai Ilyas mendapat amanah untuk
memimpin NU bersama Gus Dur.
Pada masa itu, Kiai Ilyas mampu membawa
NU melewati masa-masa sulit karena menolak intervensi Orde Baru. Kiai
Ilyas pernah pula menolak permintaan pemerintah yang memohon
kesediaannya menjadi anggota MPR demi menuntut independensi NU.
4. KH CHUDLORI MAGELANG
KH
Chudori Pendiri Pesantren Tegalrejo, Magelang yang juga santri KH.
Hasyim Asyari adalah Sosok yang mempengaruhi pemikiran Gus Dur tentang
makna dan peran agama dalam keberagaman masyarakat.
Ketika pada
suatu saat Kiai Chudlori yang pernah berguru pada Hadratusy Syaikh KH
Hasyim Asyari itu menerima rombongan tamu dari sebuah desa (desa tepus
10 km dari pesantren), tamu-tamu itu memiliki persoalan dan memerlukan
sebuah solusi dari Kiai Chudlori.
Mereka menceritakan bahwa pada saat
itu bondo deso (kas desa) yang terkumpul sedang disengketakan oleh
warga. Satu pihak menginginkan kas desa digunakan untuk merehabilitasi
bangunan masjid. Sedang sebagian warga yang lain menginginkan kas desa
itu digunakan untuk membeli gamelan (seperangkat alat musik tradisional
jawa).
Musyawarah demi musyawarah warga desa itu tidak kunjung
menghasilkan kesepakatan, dan satu-satunya kesepakatan yang mereka buat
adalah meminta ‘fatwa’ dari Kyai Chudlori.
Betapa tercengang Gus Dur
karena di luar dugaannya, Kiai Chudlori memberikan fatwa bahwa sebaiknya
kas desa itu dibelikan gamelan.
Hal yang sama juga terjadi di pihak warga yang menginginkan rehabilitasi masjid, mereka mempertanyakan fatwa Kiai Chudlori.
Dengan jawaban singkat Kyai Chudlori menjawab, “Nanti kalau gamelannya sudah ada, kelak masjidnya akan jadi dengan sendirinya”.
Mungkin
peristiwa inilah awal perkenalan Gus Dur pada pemikiran kontroversi.
Selama hidupnya, Gus Dur juga pernah nyantri di pesantren Kiai Chudlori
ini.
5. KH ABDULLAH FAQIH, LANGITAN TUBAN
Kiai Abdullah Faqih,
Langitan, Tuban, Jawa Timur adalah sosok kyai khos yang semasa hidup
begitu dekat dengan Gus Dur. Bahkan, Kiai Faqih ternyata adalah sosok
utama yang mendorong majunya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai
presiden.
“Tahun 1999 menjelang Sidang Umum MPR pemilihan
presiden, yang paling berperan bukan poros tengah, tapi poros Langitan
yang digagas Kiai Faqih,” kata Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah
Yusuf, Kamis, (1/3/2012) saat Kyai Faqih meninggal dunia.
Menurut
Syaifullah, majunya Gus Dur sebagai calon presiden sebenarnya banyak
ditentang para kiai. Namun, Kiai Abdullah Faqih justru mengundang
beberapa tokoh kiai sentral NU untuk membahas masalah itu.
Mereka
diundang untuk berembuk di Pondok Pesantren Langitan Tuban. Hasil
pertemuan yang digagas Kiai Langitan itu akhirnya mendukung pencalonan
Gus Dur untuk maju sebagai calon presiden yang didukung poros tengah.
“Beliau
itu ulama besar dengan santri ribuan yang istiqomah tidak hanya bisa
bicara, tapi juga ikut berjuang dengan ikhlas demi umat,” kata mantan
Ketua Umum GP Ansor tersebut.
Namun, belakangan Kyai Faqih berseteru
dengan Gus Dur. Terbukti, Kiai Faqih merupakan salah satu penggagas
berdirinya PKNU, yang saat itu menjadi rival dari PKB
Sumber: Merdeka .com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar